
Brebes Barat,1993
Angin kumbang berhembus pelan ketika dua sosok monyet itu (-maksudku Jiol dan Temon-) merayap dari satu dahan ke dahan lain.Tangan mereka menjulur-julur ke ujung dahan yang masih menyisakan buah.Dibawah kami sungai kering kerontang sebab tak dinafkahi lagi dari bendungan kecil disebelah barat kampung,sungai nestapa dibawah itu dengan tenang menyaksikan kami bertengger di pohon duwet yang batangnya tertancap kuat di bibir sungai.Sungai dan pohon duwet sebenarnya bukan tempat yang direkomendasikan oleh orang-orang tua-termasuk orang-orang tua kami- yang tinggal disekitarnya.Orang-orang tua itu bukannya sirik atau usil dengan melarang kami bermain-main dengan dua domain yang kusebutkan tadi.Orang-orang itu kami tahu;mereka manusia-manusia penyanjung tinggi nilai-nilai moral yang tiada bandingannya yang pernah kami kenal.Mungkin takkan pernah kami ketemukan di belahan bumi manapun watak-watak alamiah seperti mereka.Seperti hukum alam lainnya;ada siang ada malam,ada bulan ada matahari,ada orang-orang baik ada pula orang-orang jahat,ada anak-anak baik ada anak-anak nakal.Dan menurut pandangan orang-orang tua kami sendiri, kami cocok pada hukum alam terakhir.
Pohon duwet itu bukannya tak ada pemiliknya.Bukan karena tak ada orang-orang yang mengakui terang-terangan kepemilikan pohon satu ini.Letaknya yang menempel dibibir sungai yang saat ini mengering dan berdampingan dengan jalan kampung seakan menjadi alasannya.Bukankah lokasi-lokasi seperti ini susah untuk di klaim kepemilikannya?siapa yang berani mengaku-ngaku lahan model bibir sungai seperti ini.Satu-satunya alasan yang paling masuk akal bagi kami,pohon satu ini adalah milik tuhan.Itulah mengapa kami berani bermain-main diatas dahannya yang cukup kuat dan tidak terlalu tinggi tanpa sedikitpun takut kemungkinan-kemungkinan yang menimpa kami.Pohon duwet ini rupanya sehati dengan kami,mungkin karena interaksi yang terjalin baik selama ini.Dengan sukarela ia memberikan manifestasi cinta persahabatannya untuk kami;tangkai-tangkainya dipenuhi buah-buah duwet kualitas nomer satu.Dan kami mendapat kehormatan dari pohon duwet sahabat kami itu dengan lisensi pengelolaan yang sangat ekslusif.Cuma kami yang persilahkan untuk mengambil buah-buahnya setiap waktu kapanpun kami mau.Ingat!hanya kami.
Bertengger dan meluaskan pandangan diatas ketinggian merupakan pusat kesenangan manusia.Sahabatku,pohon duwet mengerti itu.Ia menumbuhkan sebuah cabang dahan yang khusus untuk kutempati.Hanya aku yang boleh duduk diatasnya.Selain pohon duwet dan aku,tak boleh ada yang menempatinya tanpa ijin.Jika kumau,akubisa meminta pada sahabat botaniku ini untuk mengambil alih penuh lisensi atas pengelolaan buah-buahnya.Tapi aku bukanlah anak kecil yang sewenang-sewenang,aku ingat dua sosok monyet sahabat terbaikku yang saat ini sedang giat-giatnya memetik buah-buah mungil mirip anggur itu.Aku tahu betul,Jiol dan Temon,mereka sedang dalam pertumbuhan sepertiku.Kami adalah kelas marginal dari kalangan pribumi yang terlupakan.Orang tua kami petani-petani miskin dan tak diperhitungkan.Dirumah,orang-orang tua kami tak pernah mengajarkan motto terkenal 4 sehat 5 sempurna apalagi table manner.Persis,seperti adegan-adegan sarapan pagi tentang film keluarga modern yang sering kami tonton di televisi milik pak carik.Judulnya aku lupa,tapi intinya dalam sebuah aktifitas pemenuhan kebutuhan perut harus ada:nasi,ikan-ikanan,daging-dagingan,sayur-sayuran,buah-buahan dan segelas susu.Orang-orang tua kami alpa tentang hal ini.Menurut mereka,bukankah nasi dengan sambal saja sudah cukup? Tentu saja kami tak menelan mentah-mentah anjuran ini.Kami miskin iya,bodoh juga iya.Tapi kami anak-anak yang langsung dilahirkan dari ladang-ladang dan petak-petak sawah yang sempit dan tak menjanjikan perbaikan masa depan apa-apa kecuali penghasil pengganjal perut yang tak seberapa selebihnya ladang-ladang dan sawah-sawah itu pemeras keringat yang panas tapi baik hati.Ya tentu saja baik hati,hamparan sawah yang berpetak-petak sempit milik para petani miskin itu macam supermarket hidup tempat koloni-koloni belalang dan habitat berbagai macam mahluk hidup penghuni sawah.Kami sangat gembira ketika saatnya panen padi di mulai,kami bisa mendapatkan sumber protein terbaik dunia di supermarket hidup itu;simeut peuleum,begitu orang-orang kampung menyebutnya.Mahluk kecil keluarga pak belalang itu kami buru sepanjang waktu demi memenuhi rongga perut kami sebagai asupan gizi terbaik agar tubuh kami tak ceking seperti anak-anak cacingan.Itulah enaknya bersahabat dengan alam,sungai,sawah,ladang termasuk dengan sahabat botaniku si pohon duwet.
Adapun Aku yang sedang bertengger diatas dahan si pohon duwet,sangat berterima kasih tak terkira pada sahabat botaniku ini.Dia mengenalkanku pada kelembutan angin kumbang yang tidak menusuk kulit ketika berhembus di penghujung hari.Atau kapas-kapas awan yang berarak pelan memantulkan sinar jingga dari lampu besar ajaib yang bersinar dari ufuk barat.Ditambah lagi dengan kontrasnya bayangan kelabu gunung kumbang dengan deretan siluet pepohonan yang menguntai semakin dekat bertautan dengan hamparan petak-petak sawah yang menghijau tua rimbunan pokok-pokok jagung.Jika aku seorang pelukis handal,akan kulukis semua keindahan itu dengan kuas terbaikku diatas kanvas paling mahal.Sayangnya kuasku cuma mata dan kanvasku hanya segugus benak di kepala.Tidak ada seorangpun yang akan mengerti apa yang kurasakan saat ini.Kecuali Tuhan.
Jiol dan Temon semakin berisik.Monyet-monyet sialan itu rupanya lebih rakus daripada yang kuduga.Mereka berebut pada sebuah ranting yang tergantung dua biji duwet ungu,ranum dan semok.Tidak ada negoisasi atau musyawarah untuk mufakat atau pilihan lain,kedua-duanya lebih suka berdebat tentang sebuah hak penuh kepemilikan.Sungguh mati!inilah sifat manusia paling purba.Aku hanya bisa menyaksikan tanpa mampu mendamaikan.Jadi kulihat saja dengan santai apa yang selanjutnya mereka perbuat.
“Sudahlah,kamu jangan mengaku-ngaku,duwet itu aku yang pertama lihat.”Jiol menyentak keras,mulutnya menyeringai buas.Rupanya temon tak terima,mulutnya juga menyeringai lebih galak.
“Eh,kamu itu siapa berani mengatur-atur orang,aku juga lihat dari tadi.”
“Bohong!”Semprot Jiol.
“Kamu yang bohong!”Temon membalas.
“Kamu.”Jiol menunjuk temon.
“Kamu.”Temon juga menunjuk lawan debatnya.
Aku menutup telinga dan mataku.Tak kuat aku mendengar keduanya saling beradu mulut.Apalagi kedua-duanya sahabat-sahabat bermainku.Payah aku kalau harus memihak pada salah satunya.
“Aduh!!!..”
Salah satu dari mereka mengaduh dan satunya tertawa keras.Ketika kubuka mata.Jiol memegang perutnya dengan sedikit kencang,mulutnya meringis.Lancangnya,si temon tak sedikitpun menaruh belas kasihan melihat lawannya seperti akan menyerah.Apa yang diperbuat temon?tak perlu menunggu lama,terdengar sebuah suara asing seperti suara terompet menggetarkan udara.Mendadak udara yang tadinya sopan dan tak menunjukn gelagat apa-apa kini tercium aneh.Jiol,biang keladinya.
“Ah,kentut sembarangan!”Kini aku yang sedikit terganggu.
"Maaf,Rom."Jiol meringis dengan tatapan mata yang semakin memelas,"sepertinya aku kebanyakan makan du....."
Preeet!terompet berbunyi lagi untuk kedua kali.
"Uhhh,mules sekali."Merintih jiol memeram-meram.
"Makanya jangan suka bohong,itulah akibatnya."Kata temon seperti tak ada belas kasihan.
"Huss!diam kamu,mon.Jangan ngomong sembarangan."Kataku sambil mendelik pada temon.Aku tahu kekesalannya cukup beralasan.Perdebatan tentang dua biji duwet ternyata tidak luput juga dari ingatannya.
"Maaf,Rom.Sebel aku sama dia."Balas temon dengan menunjuk si jiol dengan dagunya.
Menahan rasa perih diperutnya sekaligus mendapat tudingan sinis temon merupakan takdir jiol paling tak mengenakan.Rasa sakit sialan itu terlalu memaksa untuk ditahan sehingga tak ada waktu lebih lama lagi bagi dia untuk membela diri bahwa dia bukan seorang pembohong.Dengan tergesa-gesa ia turun dari pohon duwet.Kami hanya bisa melihat kemana ia akan berlalu.Mengejar waktu membuat ia berlari secepat kijang,meloncati dasar sungai yang kering,menyusuri tegalan sawah yang mulai retak-retak akibat kemarau yang sedikit gila,menyeruak ke dalam rimbunan pokok-pokok jagung.Aha!aku tahu ia pasti akan buang hajat.Melihat tingkah jiol,aku dan temon saling pandang.Sejurus kemudian tawa kami pecah berantakan kemana-mana.Dari kejauhan kulihat Jiol seperti menggerutu.
Sepeninggal jiol,aku dan temon terlibat obrolan seru.Sepertinya hari itu, sebuah kemenangan sudah berada di tangan temon.Sambil mengunyah dua biji duwet yang diperebutkan tadi.Ia menceritakan tentang jangkriknya yang baru.Katanya,itu hasil tangkapan kakaknya semalam.Mulutnya menyemprot-nyemprot seperti selang air saking bersemangatnya ia bercerita.Aku yang berada tepat didepan mukanya hanya kebagian cipratan saripati duwet campur ludah.Sialan.
"Kata emakku kalau lagi makan jangan sambil ngomong,mon."
"Eh,benar begitu."
"Iya."
"Memangnya kenapa?"
"Nanti keselek.Terus biji duwetnya masuk ke keperutmu,lalu bijinya tumbuh menjadi pohon lewat kepalamu,hiii..ngeri."
Mendengar ucapanku, temon menghabiskan kunyahannya dengan segera.Kepalanya bergerak-gerak seperti orang india dalam film-film.Pahe-pahe!...acha-acha!!.
"Nah,sekarang sudah habis,lihat!"Katanya kemudian sambil memperlihatkan mulutnya yang membuka lebar kearah mukaku.Aku memencet hidung.
"Kenapa?"Kata temon penasaran.
"Bau kepinding."
Temon terkekeh-kekeh.Aku yang menjadi korban mulut bau kepindingnya cuma bisa garuk-garuk kepala.
Tiba-tiba ada suara mendengung diatas kami.Reflek kami mendongak keatas,mencari sumber suara.
"Hei,itu kapal terbangnya!"Kataku menunjuk ke arah selatan,kira-kira diatas hamparan sawah.Nampak sebuah pesawat terbang berukuran seperti burung walet melintas.Gerakannya kaku karena hanya bisa melaju lurus.
"Eh,iya.Kapalll...minta duiiiit..."Alih-alih menyebut pesawat,temon berseru dengan menyebutnya kapal juga sepertiku tapi dengan sangat antusias.
"Iya...turunin duit se-Hahah."Teriakku ikut-ikutan meramaikan antusiasme si temon.Tangan kami mengacung-acung seolah-olah apa yang ada didalam pesawat itu mendengar teriakan kami.Dan berpikir apa yang dibawa didalam badan pesawat itu uang.Setelah beberapa saat kemudian pesawat itu semakin jauh ke timur.Semakin kecil,semakin kecil dan hilang.
"Tadi kamu bilang apa?se-Hahah,apa itu?"
"Itu...apa ya?Hmmm...Maksudku banyaaak sekali."Jawabku sambil merentangkan tangan seperti bentuk "LOVE" berulang-ulang.
"Ooo,begitu ya?"Kata temon manggut-manggut,"jadi kalau mau bilang banyaknya sangat banyak sekali begitu bilangnya?!.Terus kalau besar sekali dan besar sekali bilangnya apa dong?"
"Besar se-Hahah."Jawabku sekenanya.
Angin kumbang berhembus lagi,namun sedikit lebih keras.Mengoyangkan semua dedaunan dari tanaman-tanaman yang ada di petak-petak sawah,merambat hingga ke arah pohon-pohon disepanjang pinggir sungai.Memang,sungai yang berada dibawah kami ini adalah batas kampung dengan areal persawahan di sebelah selatan.Entah sengaja atau tidak,sepanjang sungai yang mengular dari barat ke timur ini banyak ditumbuhi pohon-pohon besar dan kecil seperti;kelapa,plending alias pete china,salam,randu dan tanaman rambat.Oh,iya termasuk sahabat kami si pohon duwet.
Kampung kami bernama Kampung Ceria.Tidak tahu,kenapa kampung kami dinamakan demikian.Letaknya yang diapit cagak sungai dengan pusatnya di bendungan kecil sebelah barat kampung membuat kampung kami seperti taman besar dengan cara pengairan teratur.Seperti ketapel kalian tahu?bukankah berbentuk cagak?sungai yang pertama mengular di selatan kampung melewati pohon duwet kami yang sudah kalian tahu dan sungai kedua melintasi sebelah utara kampung,orang-orang menyebutnya sungai bentiris.Kalau kalian ingin tahu datanglah ke tempat kami,aku tak bisa menceritakan sisi keindahannya karena tak seperti sungai-sungai di daerah pegunungan yang bersih.Mungkin saja bagi yang senang berpetualang,sungai bentiris ini bisa membuatmu terhibur dengan dinding-dinding tebingnya yang tinggi.Jadi,jika kalian berada di dasar,kampung kami seperti taman besar menggantung.
Emakku pernah mengatakan bahwa bumi itu bulat seperti kue onde-onde yang sering aku makan ketika emak pulang dari pasar Tanggungan.Entah benar atau tidak,aku percaya saja kalau emak berkata yang sebenarnya.Kata emak,kampung kami berukuran seperti wijen yang menempel di onde-onde.Bahkan,katanya lebih kecil lagi dari wijen.Makanya banyak yang tidak tahu keberadaan kampung kami yang sekecil dari biji wijen itu.Jadi,jika kalian tidak tahu dimana kampung kami,akan kuberi tahu sedikit.Jika kalian dari rumahku,oh tidak!aku salah.Maksudku kalau aku dan emak pulang dari pasar Tanggungan (orang-orang juga banyak yang bilang Ketanggungan),kami akan menuju sebuah pertigaan pasar.Di pojok sebelah timur ada sebuah bangunan pegadaian,itu kata emak.Lalu kami akan menunggu sebuah pir,pir ini gerobak kayu yang ditarik seekor kuda.Di daerahmu mungkin disebut delman.Setelah naik pir ini kami akan dibawa sama kusirnya melintasi jalan di bawah jembatan rel kereta api,terus keselatan melewati puskesmas,belok kiri,belok kanan,lurus terus,jika kalian menemui sebuah masjid besar jangan berhenti terus saja sampai jauh.Nah,nanti kalian akan menemui sebuah gorong-gorong kecil.Baru disitulah kalian belok kanan melewati jalan yang diapit sungai di kiri dan sawah di sebelah kanan.Sudah jelas?belum?ah payah kalian.Sudahlah,aku juga tak bisa menceritakan lebih banyak lagi.
"Menurutmu siapa yang membuat kapal terbang?"Celutuk temon tiba-tiba.
"Pembuat pesawat lah."Jawabku pendek dan dangkal.
"Itu aku tahu,bodoh!maksudku orang apa bukan ya?"
Aku mengernyitkan dahi,berlagak seperti berpikir.Dalam proses berpikir itu kukerahkan segala ingatan,menelusuri jejak-jejak memori yang mungkin tertinggal dalam gudang informasi di kepalaku.Hanya sayang aku tidak bisa menemukan secuil pun keterangan yang berhubungan dengan siapa yang membuat pesawat.Karena aku hampir menyerah,akhirnya kugunakan segala imaginasiku,mengait-ngaitkannya antara satu dengan yang lain.Analogiku jatuh pada beberapa potongan kosakata;kapal terbang,manusia,besar,kecil,terbang,sakti dan aha!Raksasa!
"Sepertinya yang membuat kapal terbang itu pasti bukan orang sembarangan."
"Hah!apa iya?"
Aku mengangguk dengan menaikkan dagu.
"Orang biasa kan,tak mungkin bisa terbang?pasti yang membuat kapal terbang itu pasti dia orang sakti,hebat dan ukurannya besaaaar sekali.Pokoknya besarnya se-hahah deh!"Jelasku sambil merentangkan tangan.
"Hmm..iya juga ya."Kata temon sambil mengetuk-ngetuk dahinya dengan jari telunjuknya,"pasti yang membuat kapal terbang itu...hmm..raksasa!"
"Betul,betul,betul."Jawabku sambil mengacungkan jempol.Maka mulai hari itu aku dan temon mulai bersepakat;pembuat pesawat adalah manusia raksasa yang bisa terbang dan sakti mandraguna.
Aku dan Temon sudah mulai bosan berdua saja nangkring di atas pohon duwet.Teman kami,jiol masih belum juga menampakkan batang hidungnya.Jangan-jangan setelah bencengkrama dengan batang-batang jagung di sawah itu, ia pulang ke rumahnya secara diam-diam.Mungkin ia masih marah pada kami,khususnya perlakuan temon padanya.
"Lama sekali ya si jiol belum muncul-muncul?"Kataku dengan nada sedikit kesal.Mataku memandang rimbunan tanaman jagung yang berderet-deret di kotakan sawah.
"Mencret kali dia,biarkan saja."
"Mon,mon.Masih juga kamu marah sama dia,nanti kalau dia belum pulang terus ibunya menannyakannya,bagaimana?"
"Kita jawab saja kalau ia main sendiri,siapa tahu dia sudah pulang.Dari tadi kita tak melihatnya,bukan?"
Rupanya pikiranku dan temon bukan hanya sama tentang siapa pembuat kapal terbang saja.Ternyata dalam hal lain,contohnya sekarang jalan pikiran kami mempunyai kemiripan.
Disaat kami membahas tentang ketidakhadiran jiol,Aku melihat didepan sana,di sebuah titik rimbunan jagung.Jiol melambai-lambaikan tangan.Ia terlihat jatuh bangun.
"Hei,mon.Lihat itu jiol,kenapa ia seperti lari kepayahan."Seruku dengan keras sambil menunjuk-nunjuk ke arah sebuah titik.Kulihat temon,air mukanya sama dengan mukaku.Kami diliputi sejuta tanda tanya.Tanpa menunggu kesepakatan,aku langsung turun dari pohon duwet.
"Eh..eh..sebentar,tunggu aku!"Teriak temon.Susah payah anak itu turun dari pohon.Diantara rasa khawatir dengan keadaan jiol,aku masih sempat-sempatnya menunggu si temon.Kasihan anak itu,demam ketinggian-nya masih belum sembuh.
"Sialan kamu,rom.Main tinggal-tinggal saja,kalau aku jatuh bagaimana?"Semprot temon ketika menghampiriku.Aku tersenyum simpul.
Tanpa menunggu waktu lama,kami berdua meloncati dasar sungai yang kering menuju ke arah jiol berada.Jika rimbunan jagung itu seperti barikade pasukan musuh,maka aku dan temon adalah dua orang prajurit konyol yang menyerbu tanpa persiapan strategi perang yang matang.Dan begitulah adanya,daun-daun jagung seperti pedang-pedang tajam ketika menyabet kulit.Aku meringis tapi temon tidak.Kuat sekali anak itu.Akhirnya dengan susah payah,kami berdua menemukan keberadaan jiol.
"Payah kalian,kenapa lama sekali?"Kata jiol gemetaran.Tangan kanannya ia gigit sendiri,sedangkan tangan satunya memegang celana pendeknya yang hampir melorot.Aku dan temon saling pandang.
"Ada apa,Jol?"Aku mencoba mendekat.Tapi aku urungkan,ingat kawan satu itu belum menuntaskan ritual pembersihan diri.
"Iya ada apa?"Temon ikut-ikutan khawatir.Melihatku tak mendekati jiol,ia pun bertingkah sama denganku.
Mendengar temon berkata-kata dengan cepat jiol mengalihkan pandangan.Dengan tubuh sedikit gemetaran dan pandangan mukanya yang tak mau bersitatap dengan temon.Ia mencoba mendekatiku.Aku mundur.
"Rom!sini!"
"Ogah!kamu belum cebok."
"Tolong sini,rom..aku takut."Ia memelas dan hampir menangis.Aku luluh juga.Aku dekati anak itu,temon ikut-ikutan tapi sayang mendapat benteng penolakan dari jiol.
"Jangan begitu,jol.Aku juga temanmu tapi kalau kamu masih marah.Ya sudah,aku pulang saja sendiri."Kata temon sedikit tersinggung dan hampir balik badan.Melihat situasi seperti ini,aku semakin panik.Kuinjak kaki si jiol agar paham maksudku.
"Iya deh,aku maafkan kamu mon."Kata jiol masih dengan tubuh gemetaran pada temon.Plong!aku tak jadi sendiri menolong si jiol ini.
"Ya sudah,kamu kenapa jol?"Kataku.Jiol memandangku sebentar lalu ia melihat kebelakang tubuhnya dan langsung begidik.
"Aku...aku...digigit ular."
"Hah!"Aku dan temon terperanjat.Kami berdua saling pandang tanpa dikomandoi lagi kami menyeret tubuh jiol khawatir ular yang menggigit dia masih berkeliaran didekat kami.Jiol meringis ketika tubuhnya kami tarik.
"Cukup!ularnya tak mungkin masih disini,ia sudah pergi ke arah sana!"Kata jiol mencoba menahan kami sambil tangan kanannya menunjuk ke arah selatan.
"Kamu ini aneh,nanti kalau dia balik lagi dan ngajak kawan-kawannya balik ke sini,gimana?"Ungkapku khawatir.Aku memang sangat takut pada binatang melata satu itu.
"Lagipun kamu juga harus dirawat siapa tahu yang menggigitmu tadi ular berbisa."Timpal temon masih juga diliputi rasa khawatir.Untuk yang satu ini,aku sangat dan sangat sependapat dengan temon.
"Tenang saja,ular yang menggigitku bukan ular berbisa."
Aku dan temon saling pandang lagi.Kami berdua seakan tak percaya bahwa jiol paham tentang jenis ular.Kami memperhatikan keadaan teman kami satu ini.Benar,dia memang tak mengalami keadaan yang aneh.Tubuhnya masih sehat.Akhirnya sedikit demi sedikit kami mulai tenang,ada rasa takjub pada kawan kami satu ini.
"Kalau ular yang menggigitku itu ular berbisa,tak mungkin aku masih hidup."
"Kamu tahu darimana?"Temon penasaran.
"Dari Film india."Jawab jiol enteng.
"Iya juga ya?kenapa aku baru ingat."Kataku menepok jidat.
Setelah keadaan dan situasi mulai tenang.Kami berjalan santai sambil ngobrol ngalor ngidul tentang ular,duwet,film india sampai para pemainya yang hebat memerankan aksinya di depan kamera.
"Aduduh..duh!!"Teriak kecil jiol ketika kami sudah berada didekat sungai.
"Kenapa?"Kata aku dan temon berbarengan.Timbul lagi kekhawatiran kalau apa yang sudah dikatakan jiol itu salah besar tentang ular yang menggigitnya.Jadi kekhawatiran itu menjadi sebuah tanya.
"Tadi ularnya menggigit di bagian mana?"Kataku pada jiol.Kami bertiga berhenti.Temon tegang,lebih-lebih aku.Jiol meringis tapi raut mukanya tak menunjukan hal yang serius kecuali ia sedikit agak menutup sebuah rahasia.
"Bodoh!ular tadi menggigitmu di bagian mana?"Temon ikut menimpali.
"Anu..hmm,..anu."Kata jiol malah terkesan salah tingkah.Aneh sekali dia.Tapi sejurus kemudian,ia malah memelorotkan celana pendeknya dan menungging di depan kami.
"Disini!"Jawabnya enteng sambil menunjuk pantatnya.
Tambahkan komentar anda untuk: