
Langit sudah benderang kembali.Sang mentari bersinar lembut membelai tetes-tetes embun di atas daun ganyong.Suara kokok-kokok ayam saling bersahutan mengitari baskom plastik berisi dedak basah,menu sarapan pagi ayam-ayam itu. Para ibu-ibu kampung saling berhilir-mudik,saat-saat seperti ini mungkin mereka hendak atau sudah berbelanja ke warung membeli sayuran.Asap pembakaran dari sampah daun-daun bambu yang dibakar menyebar,suara api dengan daun-daun itu terdengar beringas.Pagi ini,hari terasa renyah untuk dinikmati.
Aku sedang memberi ayam-ayamku menu sarapan pagi ketika Temon datang.Penampilan bocah kampung itu sungguh mengecewakan.Matanya masih menyisakan belek,bajunya bau ompol dan disudut bibirnya masih ada jejak sungai iler yang mengering.Aih,sangat menyebalkan.Dalam sepagi ini anak itu rupanya masih penasaran untuk mengajakku menyelami hari.Ia merayuku bermain kil-kilan,semacam permainan kelereng.Ditangannya se-plastik kecil kelereng dengan beraneka warna membuat ajakannya seperti iklan yang sangat menggiurkan.Lupa aku dengan semua penampilan pagi-nya yang berantakan.
Aku menatap ayam-ayamku,sangat tidak tega nian melihat unggas-unggas itu tanpa mandor pengawas.Bukannya apa-apa,aku kasihan jika si batman,ayam jantan kesayanganku yang mulai beranjak baligh tidak ada yang menemani.Induknya si batman sudah tak perduli lagi sama ayam jantan mudaku itu.Jatah makanan ayam kesayanganku itu sering diserobot bapak tirinya.Atau kadang juga di usir paman dan bibinya.Kasihan sekali,si batman.Makanya aku sangat jengkel pada induk ayam itu,jadi kunamai saja ia dengan si "emak".Sst,ini rahasia ya?jangan membocorkan rahasia ini pada emakku kalau namanya kusematkan pada induk si batman-ku itu.
"Emakmu tak ada?"Kata temon,matanya larak-lirik ke segala penjuru.
"Ada apa?mau mengajak emakku main kelereng."Jawabku.
"Hus!aku mau mengajakmu main,"ia menarik kupingku,"tapi jangan dekat rumahmu,dimarahin nanti."
"Hmm..ogah!" Kataku sambil bersikap jual mahal.
"Ayolah,sebentar saja.Nanti kau dapat jatah kelereng lima butir dari punyaku."
Mendengar rayuan si Temon.Sikap jual mahalku seperti hendak menguap.Aku melirik muka teman bermainku ini,sejurus kemudian kepada si-batmanku.Pada ayamku itu aku jadi tak enak hati.Maaf ya,batman.
"Kamu sungguhan?"
Temon mengangguk.Akupun tersenyum puas.
Ketika kami hendak menyelesaikan kesepakatan.Tanpa terduga konspirasi kami dijegal suara emak dari arah dapur.
"Hei!..mau pada kemana!"Teriak Emak.
Aku dan Temon membeku.Tak ada yang bisa kami lakukan sebagai jawaban.Sepertinya semua bayangan dari benak kami pupus seketika,semua hal tentang;kelereng,keriangan,kebebasan dan lima biji kelereng gratis.Khusus untukku,Aku merutuk pada nasibku yang apes.Mungkin inilah akibat mengkhianati si batman-ku.
Emak menghampiri kami dan siap-siap menjewer kupingku.
"Emak tadi khan bilang,jaga ayam-ayammu."
Aku diam.Temon salah tingkah,raut mukanya seperti orang memelas karena keselek biji duwet.
"Dan kamu,temon.Ibumu pasti mencarimu karena keluyuran pagi-pagi begini,kamu belum mandi khan?"
Temon mengangguk sambil cengengesan.
"Kalian memang mau pada kemana? Ke sawah lagi,iya?"Cerocos emak pada kami berdua.
Emak lalu menanyai kabar keadaan Jiol pada Temon.Sayangnya,temon bukan gudang informasi yang bisa diandalkan.Pertanyaan emakku dibalasnya dengan gelengan kepala.Akhirnya tanpa kami minta,Emak bercerita bahwa sawah tempat Jiol dipatuk ular dulunya sawah milik kakeknya Temon,tanah itu lalu dijual kepada orang lain yang masih tetangga kampung.Temon sendiri tak percaya,kalau itu bekas tanah leluhurnya kalau emak tak meyakinkan dia.Dan lagi,Emak bercerita alasan kenapa kakek temon menjual tanahnya.Tak lain dan tak bukan karena menurut desas-desus kabar berhembus,disitu terdapat penunggu gaib yang tak bisa dianggap remeh.
"Di sawah itu,ada naga runting,bentuknya besar dan menakutkan."Kata emak sambil memperhatikan kami yang sudah mulai menelan ludah karena ketakutan.
Kemudian,emak mengatakan kalau naga itu seekor ular besar berwarna emas dan bentuknya sangat menakutkan.Makanannya berupa emas atau kalau tidak ada,cemilannya bisa juga anak kecil yang bandel dan susah diatur.
"Ihhh,ngeri juga."Aku dan temon bergidik mendengar penuturan emak.
"Jangan-jangan,ular yang mematuk Jiol itu babunya si Naga Runting ini,ya rom? kasihan sekali kawan kita itu,rom."
"Apa iya,mak?"
"Bisa jadi."Kata emak kalem.
-----------------*****---------------------
Sawah nan luas terhampar didepan mata.Hamparan hijau tua dari pokok-pokok jagung yang mulai menua seakan memanjakan mata.Burung-burung kolibri meliuk-liuk di udara.Merpati bluwuk yang bertindak menjadi penjaga pohon randu hanya bisa mengelus dada,sepertinya ia meratapi nasibnya yang tanpa pasangan.Sorak-sorai dari keluarga entok yang bahagia di dasar sungai yang kering tak membuat si merpati terhibur.Burung pembalap itu kabur terbirit-birit.
Sudah dua hari ini,Jiol tak bermain bersama aku dan temon lagi.Entah kamipun tak tahu padahal luka gigitan ularnya sudah sembuh total.Mungkin Ibunya sementara ini melarang bermain dengan kami karena tak ingin kembali celaka.Tak apalah,berdua saja sudah cukup.Jadi kami bisa bebas memilih dahan untuk kami tempati di pohon duwet,markas terbaik kami.
Semenjak peristiwa gigitan ular,kurasakan kebebasan bermain sudah mulai dipasung perlahan-lahan.Emak sudah mewanti-wantiku agar tak lagi bermain di sawah.Ceritanya tentang naga runting,mungkin bukan isapan jempol.Hanya pohon duwet ini yang mungkin agaknya masih memberi kebebasan pada jiwaku.
Hal yang kurasakan sama persis dengan Temon.Ibunya juga sering melarang kami bermain di sawah.Temon malahan bilang jika ibunya malah melarang juga kegiatan panjat-memanjat.Kasihan sekali anak itu,ibunya agaknya tidak tahu anaknya sangat tergila-gila pada buah ranum agak sepat ini.
Dari atas pohon duwet,mataku bisa menjangkau belokan jalan di arah barat sana.Sering aku dan jiol bertaruh tentang siapa yang paling sering muncul dari balik belokan itu.Hadiah yang kami taruhkan itu biasanya kelereng atau apa saja yang menurut kami pantas.Temon tidak kami sertakan,pikirannya selalu curiga kalau aku dan jiol sedang berkongsi untuk menipunya.Hmm,ternyata kehilangan kawan itu seperti luka yang menusuk pelan.
Mungkin kalian akan bertanya,siapa yang sering muncul dari belokan jalan kumaksud? Pada jam-jam tertentu sebelum adzan dzuhur berkumandang dari corong toa mushala dan masjid kampung.Mari kita lihat siapakah dia?aku tak bisa bertaruh kali ini,kelerengku sudah habis.Temon biang keladinya.Agaknya ia mempunyai cara baru melumat kelemahan seseorang.
"Hei,mon?maukah kamu bertaruh denganku?"kataku dengan berbisik.
"Memangnya kamu punya simpanan kelereng lagi di rumah?"
Aku menggeleng.
"Jadi mau pakai apa?duwet,ya?"
Aku menggeleng lagi.
"Huh!"Temon kesal sekali kelihatannya.
"Begini saja,jika aku menang kelerang punyaku yang ada di kamu dibalikin lagi."
"Eh,curang itukan sudah jadi milikku."Temon sewot.
Aku memutar-mutar jidatku.Kupandangi satu-persatu dahan dan ranting-ranting pohon duwet,berharap mengilhamiku sebuah cara agar temon tertarik dengan ideku.
Twing! Aku tahu!
"Hmm,Kamu akan kugendong sampai rumah jika aku kalah?"
Temon berpikir agak lama.Alisnya bergerak-gerak,kelopak matanya seperti push-up.Walaupun aku melihat sepintas,mulutnya tersungging seperti Tuan Takur dalam film-film india.Sangat licik.
"Janji!"Teriak temon agak bersemangat.
Aku memberikan tangan dan kami bersalaman.
"Kita mau taruhan tentang apa?"Katanya tanpa merasa ada yang aneh.Nah ini dia,temon sudah masuk perangkap.Begitulah kenapa aku sangat suka sekali dengan kawan yang satu ini.
"Kamu lihat belokan sana?"
Temon mengangguk.
"Sekarang siapa yang pertama kali muncul dengan sepeda dari arah sana?"Kataku sambil menunjuk kearah yang kumaksud.
"Bisa kujawab bebas?"
"Bisa."
Aku dan Temon berpikir seperti menyatukan ingatan.Mengolah perhitungan potongan-potongan kejadian yang biasa kami lihat tentang siapa saja para pemilik sepeda yang ada di kampung kami.Dan tentunya sering lewat di jalan yang melintasi letak pohon duwet kami ini.
Tambahkan komentar anda untuk: