
Gentong besar itu agaknya memang mempunyai kemampuan ajaib.Buktinya,seminggu setelah aku berteriak-teriak di mulut gerabah kasar itu.Bapakku pulang.Dan bukan itu saja,ia merubah perangai emak menjadi jinak seperti merpati.
Semenjak ada bapak,emak berubah menjadi sosok lain.Senyumnya gampang merekah.Pipinya ranum karena saking banyaknya ia tersenyum.Dan bibirnya selalu berwarna merah seperti buah duwet muda,hasil olesan gincu andalannya.
Sehari setelah bapak di rumah.Emak selalu menjadi koki terbaik.Gara-gara itulah aku kuatir jika dalam resep-resep masakan selanjutnya.Si batman,ayam jantan muda kesayanganku akan menjadi menu percobaannya.
Kepulangan Bapak kali ini sangat istimewa.Bukan karena buah rambutan dan kacang ganepo yang ia bawa.Bukan pula sebuah majalah yang bersampul mengkilat itu.Tapi ini tentang sebuah kotak ajaib yang bisa menirukan berbagai macam bunyi-bunyian dan suara manusia dengan beragam aksen.Kata Bapak,itulah Radio.
Radio bapak seperti kotak amal mushala dengan pegangan kokoh.Warnanya coklat tua.Tenaga hidupnya berasal dari 4 benda sperti tabung berwarna biru dan putih.Kata bapak itu yang dinamakan batu baterai.Jadi intinya radio ini bisa hidup dengan batu-batu khusus itu.Dibagian depan radio ada dua buah benda bulat unik,yakni jika kuputar salah satunya ke kanan,radio itu bisu.Tapi hati-hati jika diputar sebaliknya,suaranya kencang sekali.Sedangkan jika ingin merubah jenis suara yang kudengar dari radio,cukup memutar-mutar sesuka hati benda bulat yang satunya.Aku sangat senang sekali dengan radio ini,lebih-lebih bapak ia memaksa benda ajaib itu untuk mendendangkan sebuah irama pedalaman: Tarling.
Tarling ini hampir-hampir mirip dengan musik dangdut.Cuma bedanya lagu-lagunya dibawakan pakai bahasa daerah lokal,kebanyakan bahasa cirebon.Kata bapak,musik tarling memang berasal dari sana.Aku tidak tahu tempat itu,aku yakin dari kampungku jauh sekali.
Sejak kami punya radio.Rumah kami tambah ramai.Sekali dua kali tetangga sebelah rumah sering ikut mendengarkan dongeng radio bersama bapak.Benda ajaib itu ternyata bisa mendongeng seperti bapak juga rupanya.Cara mendongengnya pun lebih menarik kurasa.Kata bapak itu suara Mang Jaya.Aih!Mang jaya memang mantap.
Malam itu,Bapak dan Emak serta aku akan berkunjung ke rumah Pak O.Rumahnya yang menepi dekat pemakaman umum membuat aku sangat khawatir.Karena itulah,aku meminta Bapak berjalan dibelakangku dengan obornya,sedangkan emak harus didepan bersamaku.Emak membawa se-plastik buah tangan.Karena penasaran,aku ingin melihatnya.Isinya hanya berupa gula,teh,kopi,sebungkus rokok dan dua tangkai rambutan serta se-plastik kecil ganepo.Agaknya kami akan memberikan sebuah upeti kepada lelaki sepuh miskin senyum itu.
Langit malam hanya selembar warna gelap dengan titik-titik kecil cahaya.Suasana kampung seperti warna hitam luas,kalaupun ada penerangan itupun dari lampu-lampu minyak tanah yang sengaja dipasang orang-orang kampung yang baik hati.Tidak ada lampu penerangan jenis lain selain kunang-kunang yang sedang dinas malam.Aku malahan merinding memandang sekumpulan kunang-kunang itu.Kata emak,kunang-kunang itu berasal dari kuku orang yang sudah mati dan keluar dari kubur.Aku merinding sepanjang perjalanan.
Disebuah ruang tamu yang redup,nampak lipatan besar anyaman bambu,geribig,tergeletak dipojok jendela rumah bilik kusam.Seorang lelaki sepuh terduduk di atas kursi bambu.Sekali lagi tanpa senyum.Jarinya menjepit sebatang kretek.Sebuah lampu templok kecil di taruh didekat anyaman geribig yang belum jadi.Sebuah foto lukisan dengan bingkai tanpa kaca tertempel didinding dekat lelaki sepuh itu.Foto lukisan itu menggambarkan:seorang lelaki berjas rapi dan memakai kopiah hitam dengan memegang tongkat menjadi ciri khasnya.
Bagus ceritanya menarik untuk diikuti
ReplyDeletethanks @Efendi semoga saja...hehehe
ReplyDelete